Bisnis.com, JAKARTA - Pertandingan Indonesia versus Thailand dalam laga final sepak bola Sea Games nanti malam merupakan ulangan pertandingan di babak kualifikasi.
Di babak grup, Thailand berhasil membobol gawang Indonesia 4 kali nyaris tanpa balas. Indonesia beruntung bisa mencetak gol pada menit-menit akhir melalui Mathias Ibo.
Hasil buruk itu tentunya merupakan bekal bagi Kiatisak Senamuang dalam memimpin anak asuhnya. Dalam final nanti, Thailand akan menghadapi tim yang pernah mereka kalahkan telak sepekan sebelumnya.
Di sisi lain, Rahmad Darmawan bisa menggunakan data pertandingan di kualifikasi untuk menyusun strategi yang bisa membalikkan keadaan.
Ada beberapa hal menarik yang bisa disimpulkan dari data milik Labbola, organisasi asal Tanah Air, yang mengumpulkan dan mengolah statistik sepak bola Indonesia dan dunia.
Pertama, statistik selama pertandingan di kualifikasi menunjukkan pemain-pemain Indonesia ceroboh dalam bertahan dan mudah untuk dilewati pemain Thailand.
Hanya 30% dari tackle pemain Indonesia yang dieksekusi dengan baik. Dari 33 kali upaya pemain timnas merebut bola dari kaki Thailand, cuma 10 kali berakhir dengan sukses.
Cara bertahan yang terlalu agresif, memudahkan pemain-pemain Thailand melenggang melalui formasi pertahanan Garuda.
Dalam pertandingan kualifikasi tersebut, 14 kali pemain Thailand berhasil melewati pemain Indonesia.
Tidak hanya mudah dilewati, tackle yang tidak hati-hati membuat timnas banyak memberikan tendangan bebas bagi Thailand. Bahkan, 1 kali penalti yang menghasilkan gol.
Pemain Indonesia 24 kali melanggar pemain Thailand selama 90 menit permainan, lebih banyak dari 19 kali pelanggaran yang dilakukan timnas dalam 120 menit pertarungan di semi final ketika berhadapan dengan Malaysia.
Agresivitas pemain-pemain muda timnas, sepertinya disebabkan gol dini yang diderita. Mereka kehilangan konsentrasi hingga buru-buru ingin merebut bola ketika bertahan.
Dedi Kusnandar dan Egi Malgiansyah, 2 pemain gelandang perebut bola yang diharapkan bisa merusak alur serangan Thailand, secara total gagal mengeksekusi 8 tackle. Dedi adalah yang terburuk, dari 4 dari 5 tackle-nya gagal.
Kedua, di pertandingan babak grup, Thailand tidak mendominasi Indonesia. Pengusaan bola cenderung seimbang, bahkan Indonesia sedikit mendominasi dengan 52% possession.
Permasalahannya, sekali lagi, ada pada kecerobohan dan agresivitas yang tidak efektif. Contoh paling nyata dari perbedaan efisiensi serangan kedua tim adalah penampilan bertolak belakang dari 2 pemain yang diharapkan memberi ‘percikan api’ dari masing-masing negara.
Si ‘Messi’ Thailand, Chanathip Songkrasin, adalah pemain yang paling agresif menantang pemain Indonesia adu gocek. Songkrasin tercatat 7 kali berusaha menggiring bola melewati pemaint timnas, 4 di antaranya berhasil dengan mulus.
Bandingkan dengan Andik Vermansah, pemain Indonesia yang sama-sama mengandalkan kecepatan dan kemampuan menggiring bolanya. Di pertandingan itu Andik mencoba men-dribble bola 6 kali, semuanya berakhir dengan kegagalan.
Parahnya, Songkrasin bermain hanya 36 menit, Andik diberikan kesempatan dari awal hingga akhir pertandingan oleh pelatih Rahmad Darmawan.
Statistik tersebut menunjukkan Indonesia punya peluang memenangkan pertandingan nanti malam jika para anak asuhan Rahmad Darmawan bisa lebih disiplin dan bersabar, dalam bertahan maupun menyerang.
Indonesia terbukti bisa menguasai pertandingan ketika bermain efisien melawan Malaysia, paling tidak dalam 75 menit jalannya pertandingan, sebelum penurunan fisik menciptakan banyak peluang bagi pemain Negeri Jiran.
Gelandang Indonesia ketika melawan Malaysia jauh lebih solid, Egi yang didampingi Rizky Pellu, sukses menghancurkan permainan Malaysia di lini tengah. Terutama Rizky, yang bermain 120 menit, memenangkan 4 tackle dan 10 pertarungan udara.
Adapun Andik, sepertinya, akan kembali baru dimainkan menjelang akhir pertandingan. Pelatih Rahmad tampak lebih suka Andik masuk dan berlari-lari menguras tenaga pemain musuh di penghujung pertandingan.
Data dalam tulisan ini digunakan atas courtesy www.labbola.com/@labbola