Bisnis.com, JAKARTA - Sebanyak 2.000 pendukung sepak bola garis keras atau hooligan dari Inggris, Wales, dan Irlandia Utara, tidak diperkenankan menyaksikan Piala Eropa 2016 secara langsung di Prancis.
Larangan itu dilakukan untuk membantu pihak berwenang Prancis berkonsentrasi menjaga keamanan dari gangguan terorisme selama perhelatan Piala Eropa (Euro) pada 10 Juni hingga 10 Juli mendatang.
Prancis dihantam dua serangan teroris besar dalam 12 bulan terakhir, para pejabat keamanan Perancis pun mencemaskan potensi serangan selama turnamen antar negara Eropa itu.
Pada November tahun lalu juga terjadi bom bunuh diri di luar Stadion Stade de France, di Paris saat laga persahabatan antara Prancis dan Jerman.
Ledakan itu bagian dari serangan terkoordinasi di ibu kota Prancis, di mana teroris mengincar pusat keramaian seperti bar, restoran, dan tempat musik, yang mengakibatkan 130 orang tewas.
Prancis pun masih dalam keadaan darurat yang statusnya diperpanjang sampai akhir Mei 2016.
Polisi Prancis pun mengadakan pertemuan rutin dengan pemangku kepentingan dari Inggris dan negara-negara Eropa lainnya untuk merencanakan skenario terburuk mengatasi masalah penonton, salah satunya menempatkan satuan kepolisian anti-teror pada kegiatan turnamen.
Mark Roberts selaku Asisten Kepala Polisi yang akan memimpin penertiban suporter sepak bola asal Inggris dan Wales mengatakan pasukan di seluruh negeri akan mulai beroperasi beberapa bulan mendatang guna memastikan suporter sepak bola tidak berkerumun di dalam terowongan.
"Saya pikir karena turnamen ini digelar di Prancis, kami akan melihat lebih banyak penggemar sepak bola yang bepergian menuju kompetisi ini daripada sebelumnya. Jadi akan ada operasi besar, secara signifikan lebih besar dari yang pernah kita lihat selama beberapa tahun terakhir," kata Roberts pada Kamis (3/3/2016).