Bisnis.com, JAKARTA – Setelah tertunda akibat pandemi Covid-19, turnamen bulu tangkis internasional Thomas-Uber Cup sedang berlangsung di Ceres Arena, Aarhus, Denmark mulai 9-17 Oktober 2021. Simak sejarah turnamen bulu tangkis Thomas Cup dan Uber Cup.
Thomas Cup merupakan ajang turnamen bulu tangkis beregu internasional untuk putra. Sementara itu, Uber Cup menjadi ajang perebutan tim beregu putri.
Tahukah Anda bahwa nama turnamen Thomas-Uber Cup diambil dari pemain legendaris bulu tangkis dunia?
Dilansir dari situs bwfbadminton.com, Thomas Cup dibuat oleh Atkin Bros dari London. Namanya diambil untuk menghormati Sir George Thomas. Dia merupakan pendiri sekaligus Presiden legendaris Federasi Bulu Tangkis Internasional (sekarang BWF), yang sangat ingin bulu tangkis memiliki Piala Davis versinya sendiri.
Thomas Cup yang telah melalui perjalanan panjang ternyata memiliki awal yang tidak baik. Pasalnya, perang dunia pecah tak lama setelah Sir George mengusulkan ide untuk kejuaraan tim pria internasional pada tahun 1939 (lima tahun setelah IBF didirikan).
Namun, rencana itu tidak dibatalkan begitu saja. Pada tahun 1946, pada rapat umum pemegang saham (RUPS) pertama Dewan sejak 1940, kejuaraan putra direncanakan untuk 1948-1949, bangsa dibagi menjadi empat zona: Pan Amerika, Asia (Timur dan Barat), Australasia dan Eropa.
Kompetisi itu diadakan sekali dalam tiga tahun, formatnya terdiri dari sembilan pertandingan terbaik: lima tunggal dan empat ganda.
Kejuaraan Tim Wanita Dunia diusulkan pada 1950 oleh pemain hebat Inggris sebelum Perang Betty Uber (didukung oleh Nancy Fleming dari Selandia Baru), dan akhirnya muncul pada 1956-1957.
Trofi tersebut yang disumbangkan dan dirancang oleh Betty Uber, terdiri dari seorang pemain wanita di atas bola dunia yang berputar, dipasang di alas tiang, dan dibuat oleh pengrajin perak London, Mappin dan Webb.
Format pada tahun-tahun awalnya terdiri dari tiga tunggal dan empat ganda; dari tahun 1984 dan seterusnya, jumlah pertandingan per seri dikurangi menjadi tiga tunggal dan dua ganda, mirip dengan Piala Thomas.
Potret Sir George Thomas/National Badminton Museum
Dominasi China dan Indonesia
Di final pertama, Malaya mengalahkan Denmark 8-1. Sir George menyerahkan trofi kepada kapten pemenang, Lim Chuan Geok. Piala Thomas berlanjut untuk melihat lebih banyak kejuaraan terkenal. Malaya menyapu tiga edisi pertama, tetapi pada pada 1957-1958 Indonesia bangkit seperti burung phoenix, mengalahkan semua penantang selama dua dekade berikutnya.
Satu-satunya gangguan pada pemerintahannya adalah pada edisi 1966-1967 ketika Malaysia dianugerahi seri karena masalah penonton di final di Jakarta.
Hingga 1966-1967, pemenang antar zona harus melawan juara bertahan di final ‘Babak Tantangan’ untuk memperebutkan trofi. Namun, setelah tahun itu, 'Putaran Tantangan' dihapuskan.
Kedatangan China ke kancah internasional pada awal 1980-an memberikan perubahan lain. Orang China, meskipun paparan internasional mereka terbatas sampai saat itu, membuktikan bahwa mereka sudah menjadi pemukul dunia.
Final melawan juara bertahan Indonesia, terbukti menjadi salah satu pertemuan paling memukau sepanjang masa: 5-4 untuk China pada debut mereka. Saat itu, Han Jian menjadi bintang acara tersebut yang mengalahkan juara All England tiga kali Liem Swie King.
Pada edisi 1984, dua perubahan signifikan terjadi: Piala Thomas diadakan bersamaan dengan Piala Uber setiap dua tahun, bukan tiga, dan seri akan diperebutkan dalam lima pertandingan, bukan sembilan.
Lebih banyak perubahan dalam format kualifikasi akan dilakukan pada edisi berikutnya. Secara keseluruhan, Indonesia memimpin dengan 13 gelar. China berada di urutan kedua dengan 10 gelar.
China, pemenang lima gelar berturut-turut, mengalami kekalahan mengejutkan di semifinal edisi 2014 dari Jepang, yang kemudian merebut gelar pertama mereka dengan mengalahkan Malaysia di final yang menarik di New Delhi.
Kemudian giliran Denmark yang menorehkan sejarah di tahun 2016 dengan menjadi negara non-Asia pertama yang menjuarai Piala Thomas yang berhasil mereka raih dengan mengalahkan Indonesia di final di Kunshan.
Edisi terakhir pada 2018 memperlihatkan China sekali lagi merebut gelar juara dengan mengalahkan Jepang dengan skor 3-1 pada partai final di Bangkok.