Faktor Kekalahan Jepang dan Korea Selatan
1. Lini Pertahanan Buruk
Jepang dan Korea Selatan sama-sama punya lini belakang yang buruk di Piala Asia 2023.
Sejak fase grup hingga semifinal, Korea Selatan telah kebobolan 10 gol dalam 6 pertandingan saja. Artinya, secara rata-rata Taeguk Warriors kebobolan 1,67 kali tiap laga.
Hal serupa terjadi dengan Jepang. Anak asuh Hajime Moriyasu itu kebobolan 8 gol dalam 5 pertandingan.
Saking buruknya pertahanan kedua tim, Jepang dan Korea Selatan tak pernah mencatat cleansheet. Termasuk saat melawan tim-tim Asia Tenggara seperti Indonesia dan Malaysia.
2. Kiper Kurang Meyakinkan
Di kubu Jepang, kiper keturunan, Zion Suzuki, masih terlalu hijau untuk jadi pilihan utama.
Baru berusia 21 tahun, Suzuki belum banyak teruji di level tertinggi. Tunisia menjadi lawan terberat yang dihadapi Suzuki bersama timnas Jepang.
Baca Juga
Suzuki kian disoroti setelah membuat blunder saat melawan Iran di perempat final. Kesalahannya memberi umpan berujung gol penyeimbang buat Iran.
Dari Korea Selatan, permasalahan dialami ketika kiper utama Kim Seung-gyu cedera. Kim hanya bermain pada laga pertama ketika Korea Selatan menang 3-1 atas Bahrain.
Setelah laga itu Kim menghilang dari susunan pemain Korea Selatan lantaran menjalani perawatan cedera.
Posisinya digantikan oleh Jo Hyeon-woo yang statusnya adalah kiper kedua di timnas Korea Selatan saat ini.
Tanpa keberadaan kiper utama membuat pertahanan Korea Selatan limbung. Terbukti, mereka 3 kali kebobolan saat melawan Malaysia dan gagal meraih kemenangan.
3. Negara Timur Tengah yang Naik Kelas
Diakui kapten timnas Korea Selatan, Son Heung-min, negara-negara di Timur Tengah sudah menunjukkan peningkatan level di Piala Asia 2023.
Dia mengatakan, seluruh peserta Piala Asia 2023 memiliki kekuatan yang berimbang. Sehingga siapapun yang tak siap, pasti akan kalah dalam pertandingan.
"Saya tidak punya penyesalan karena sudah memberikan segalanya. Ini kompetisi yang berat. Level sepak bola Asia semakin tinggi," kata Son Heung-min usai laga kontra Yordania.
Negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Qatar juga mulai dilirik oleh pesohor sepak bola dunia.
Misalnya di Arab Saudi, pemain top dunia semisal Cristiano Ronaldo, Neymar, dan Hakim Ziyech kini berlaga di Liga Arab Saudi.
Hal itu membuat sepak bola di Timur Tengah naik kelas karena mendapat mentor dari pemain-pemain terbaik dunia.