Bisnis.com, JAKARTA - Komnas HAM menyampaikan hasil investigasi terkait tragedi Kanjuruhan yang menyebut PSSI melanggar aturan.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menyelesaikan investigasi atas tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang usai pertandingan Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022.
Ada lima hal utama yang disampaikan Komnas HAM dalam laporannya terkait tragedi Kanjuruhan.
Pada aspek temuan faktual, Komnas HAM menyatakan federasi sepak bola Indonesia atau PSSI melanggar aturannya sendiri. Ada empat hal yang menjadi perhatian Komnas HAM.
Pertama adalah inisiasi pembuatan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dan penandatanganannya secara subtansi bertentangan dengan regulasi PSSI dan FIFA. Dalam hal ini adalah dilibatkannya Pasukan Anti Hura Hara Brimob beserta atribut lengkapnya.
Hal paling krusial ialah PSSI tidak menjelaskan aturan FIFA secara detail soal larangan penggunaan gas air mata. Padahal larangan tersebut jelas ada di Pasal 19 aturan FIFA.
Baca Juga
Kedua, pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya tidak ditetapkan sebagai laga berisiko tinggi (high risk).
Ketiga, PSSI tidak memperhatikan mekanisme tentang laga berisiko tinggi. Terakhir, petugas keamanan dan keselamatan tidak memiliki sertifikasi.
Tak hanya itu, Komnas HAM juga menilai dalam laga tersebut tidak ada persyaratan mutu soal pengajuan manajemen pelaksanaan pertandingan.
Menurut Komnas HAM, PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator liga tidak memberikan pedoman, standar persyaratan mutu individu yang perlu dipenuhi oleh calon Panpel.
PT LIB, lanjut laporan Komnas HAM, menyandarkan kelayakan manajemen Panpel dan petugas keamanan melalui workshop yang diadakan PT LIB setelah pengajuan nama oleh klub.
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, menyatakan ada sejumlah kesalahan yang dilakukan PSSI. Ia berkata PSSI berbohong soal sertifikasi komisioner pertandingan tersebut.
"PSSI menyebut komisioner pertandingan memiliki lisensi AFC. Sementara komisioner pertandingan sendiri mengaku hanya memiliki sertifikasi PSSI dengan badge doping dari FIFA, bukan sebagai komisioner pertandingan," ujar Beka Ulung Hapsara saat mengungkapkan hasil investigasi lembaganya pada Rabu (1/11/2022).
Lebih parahnya lagi, Beka menjelaskan, temuan Komnas HAM mendapati sertifikasi tersebut dibuat pada tahun 2006.
Ia menambahkan sejak tahun 2006 tidak ada lagi pembaruan sertifikasi oleh komisioner pertandingan.
Padahal menurut Beka, harusnya sertifikasi ini diperbaharui secara rutin untuk menjaga kualitas pelaksanaan pertandingan.