Bisnis.com, JAKARTA – Maurizio Sarri resmi menjadi pelatih Juventus menggantikan Massimiliano Allegri. Sebenarnya, siapa sosok Sarri yang karirnya malang melintang di papan atas Serie-A dan Liga Inggris dalam tiga tahun terakhir?
Nama Sarri mungkin tidak setenar Sir Alex Ferguson, Arsene Wenger, Jose Mourinho, Carlo Ancelotti, Fabio Capello, atau Pep Guardiola. Namun, Sarri bak tokoh anime Jepang yang berjuang dari nol hingga bisa mencapai posisinya saat ini, melatih tim terkuat di Italia, Juventus.
Bahkan, latar belakang Sarri bukanlah pesepakbola profesional, dia hanya sempat bermain sepak bola amatir hingga menjabat sebagai pelatih di tim amatir. Bahkan, dia menjadi pesepakbola amatir di sela-sela pekerjaan sebagai bankir di Banca Toscana.
Statusnya sebagai bankir bisa dibilang mirip ketika dia menjadi pelatih klub sepak bola. Sarri yang menjadi pedagang valuta asing sama sekali tidak memiliki latar belakang pendidikan keuangan, tetapi dia bisa menjadi yang terbaik di sana.
Seperti dikutip dari BBC pada akhir 2018, rekan Sarri di bank Aurelio Virgili menyebut, pelatih Juventus itu selalu menggunakan pendekatan ilmiah. Hal itu ditenggarai yang membuat Sarri bisa bekerja dengan baik meskipun tidak memiliki latar belakang yang kuat.
Stia, klub divisi kedelapan di Italia, menjadi pelabuhan pertama Sarri dalam dunia kepelatihan. Sebelumnya, Sarri adalah salah satu pemain di klub itu hingga pelatih sebelumnya dipecat hingga eks pelatih Napoli itu naik menjadi allenatore.
Baca Juga
Penyerang Stia saat itu Luciano Innocenti bercerita, Sarri adalah pemain yang kuat, tangguh, dan kejam. Dia adalah seorang pemain belakang dengan gaya klasik.
“Saya ingat gol terakhir Sarri lewat sundulan. Dia langsung selebrasi melepas bajunya dan merayakan di depan tribun hingga kerumunan bersorak,” ujar Luciano yang sempat bermain dengan Sarri.
Saat itu, sepak bola adalah permainan yang mengandalkan fisik, berbeda dengan saat ini yang lebih taktis dan terukur. Sebagai pelatih, Sarri membuat beberapa perbedaan dengan tekadnya, dia mempelajari setiap permainan bak hidupnya hanya untuk sepak bola.
Sarri-Ball dan Zona Marking ala Arrigo Sacchi
Pada 1991, Sarri pindah ke Faellese, Klub Italia yang berada di divisi ketujuh saat itu. Nah, di sana, Sarri dinilai membuat kejutan karena menggunakan skema permainan 3-5-2 dengan zona marking mirip gaya Arrigo Sacchi yang melatih AC Milan.
Pemain tengah Faellese Simone Simonti mengatakan, klubnya mengetahui semua informasi tentang lawan yang akan dihadapi dari segi teknis, taktik, sampai informasi pribadi sang lawan.
“Tidak terpikirkan di benak kami, ada pelatih di tim dengan kelas divisi ketujuh Italia yang memiliki informasi sebanyak itu,” ujarnya.
Bahkan, Sarri memiliki informasi pribadi yang sangat detail tentang lawan yang dihadapinya.
Bek Sangiovannese Simone Calori mengatakan, Sarri sempat memberikan brief kepadanya untuk mengawal penyerang lawan yang baru pisah dengan istrinya.
“Jadi, begitu kamu masuk ke lapangan, katakan sesuatu tentang istrinya hingga perkataan itu menganggu pikirannya,” ujarnya.
Namun, paling berkesan adalah ketika Sarri memainkan skema 3-5-2 zona marking mirip ala Arrigo. Faellese bisa dibilang menjadi satu-satunya tim yang menggunakan skema itu di level divisi tujuh.
Hijrah ke Empoli, Sarri membawa klub itu naik kasta ke level tertinggi di Italia. Presiden Empoli saat itu Fabrizio Corsi menyebutkan, Sarri menyempurnakan gaya permainannya di Empoli.
“Gagasan sepak bola satu sentuhan dengan tempo tinggi dikombinasikan dengan kekompakkan pemain, serta garis pertahanan yang menekan ke depan membuat bola melebar. Walaupun begitu, kadang-kadang bola tetap berawal dari play maker,” ceritanya.
Saat itu, Sarri dinilai memiliki pengetahuan sepak bola yang terlalu besar ketimbang pemain yang dikelolanya. Level para pemain masih terbatas ketimbang keahlian strateginya.
Perokok Berat yang Percaya Takhayul
Sejak dulu, Sarri adalah perokok berat. Bahkan, ketika aturan larangan merokok di dalam stadion belum berlaku, dia berdiri di dekat bangku cadangan sambil merokok sebatang demi sebatang.
Sarri disebut tidak bisa lepas dari rokok, di mana pun ada kesempatan, dia akan menghisap rokok.
Sebagai perokok berat tidak membuat dia menjadi sangar, Sarri disebut sangat percaya dengan takhayul.
Gelandang Stia era Sarri Andera Buset menceritakan, salah satu kepercayaan Sarri terkait takhayul adalah pakaian hitam. Dia selalu menggunakan pakaian itu karena percaya hitam adalah warna keberuntungannya.
“Selain itu, Sarri selalu melakukan ritual yang sama jika kami memenangkan pertandingan. Dia selalu mengambil rute yang sama untuk ke stadion hingga melangkah dengan kaki sama sebagai salah satu kepercayaannya,” ujarnya.
Selain itu, Calori juga menyebutkan, Sarri sangat tidak suka dengan nomor 17. Bahkan, dia akan naik turun ke resepsionis hotel untuk mencari kamar lain jika mendapatkan ruangan nomor 17.
“Lalu, dia juga tidak suka memakai sepatu bot selain warna hitam. Akhirnya, kami pernah menggunakan pernis pada sepatu bot agar warnanya menjadi hitam,” ujarnya.
Sejak di Chelsea pada 2018, Sarri sudah berhasil memberikan satu gelar yakni, Piala UEFA. Prestasi itu menjadi gelar tingkat Eropa pertama yang diraih eks bankir tersebut.
Nah, kali ini, dia akan melatih Juventus, klub Serie-A yang sudah meraih gelar Scudetto delapan musim beruntun. Si Nyonya Tua pun memiliki mimpi untuk bisa meraih Liga Champion, apakah Sarri bisa merealisasikan mimpi I Bianconeri?