Bisnis.com, SEMARANG – Praktisi hukum Th. Yosep Parera menilai kasus dugaan pengaturan skor dalam pertandingan sepak bola sulit dijerat secara pidana karena kesulitan pembuktiannya.
"Tergantung pada alat bukti dan rumusan undang-undangnya," kata pendiri Rumah Pancasila ini di Semarang, Kamis (29/11/2018).
Menurut dia, "match fixing" sangat sulit pembuktiannya sehingga tidak bisa begitu saja dibawa ke ranah pidana.
Selain itu, lanjut dia, PSSI juga memiliki aturan internal yang menjadi panduan.
"PSSI punya peraturan internal, sifatnya 'lex spesialis'," kata Ketua Peradi Kota Semarang ini.
Selain itu, kata dia, jika dugaan pengaturan skor pertandingan melibatkan petinggi PSSI, hal tersebut juga tidak bisa dijerat dengan menggunakan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Meski pengurus atau petinggi PSSI digaji dengan menggunakan uang negara, kata Yosep, mereka bukan termasuk dalam kategori pejabat negara.
"Harus dilihat dahulu, termasuk dalam kategori pejabat negara atau bukan. Kalau pengurus PSSI tidak termasuk," katanya.
Begitu pula, jika ada wasit yang diduga disuap atau terlibat dalam pengaturan pertandingan, menurut dia, tidak bisa dijerat dengan UU Tipikor meski gajinya berasal dari uang negara.
Sebelumnya, dugaan pengaturan skor sempat muncul menjelang berakhirnya kompetisi Liga Indonesia 2018.
Hingga menjelang berakhir kompetisi sepak bola ini, masih belum bisa ditentukan juara maupun tim-tim yang mungkin terdegradasi dari Liga 1.
Mantan Komisaris PT Liga Indonesia Harbiansyah Hanafiah mendesak PSSI bersikap tegas kepada para pelaku praktik mafia sepak bola di Tanah Air.
Menurut Harbiansyah kepada awak media di Samarinda, Kamis, bahwa selama ini para pelaku pengaturan skor pertandingan di ajang kompetisi sepak bola Indonesia sulit diproses hukum karena minimnya barang bukti dan saksi kejadian.
Namun, lanjut Harbiansyah, pada tayangan diskusi di program televisi nasional jelas telah dihadirkan sejumlah orang yang merupakan pelaku "mafia" sepak bola Indonesia sebagai narasumber.
"PSSI harus bertindak tegas melaporkan Bambang Suryo kepada aparat penegak hukum, karena telah mengakui melakukan praktik suap pertandingan sepak bola, meski itu kejadian yang sudah lama, namun tetap harus diproses," kata Harbiansyah yang juga sebagai pendiri klub sepak bola Putra Samarinda itu.
Tokoh sepak bola di Provinsi Kalimantan Timur itu membeberkan bahwa kompetisi sepak bola di Indonesia dari segala jenjang telah menyedot biaya yang sangat besar utamanya bagi para pemilik klub.
Oleh sebab itu Harbiansyah mengaku gusar dengan adanya pengakuan salah satu pelaku praktik suap tersebut yang terkesan cuci tangan dengan apa yang telah dilakukan.