Bisnis.com, JAKARTA - Mochamad Iriawan menanggapi desakan publik yang meminta agar dirinya mundur dari jabatan sebagai Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
Menurut dia, ada banyak publik (netizen) yang mengetahui dan juga tidak tahu tentang regulasi sepak bola, khususnya di Indonesia.
Ia mengatakan jika publik membaca maka tidak akan ada komentar tentang tuntutan untuk mundur sebagai Ketua Umum PSSI.
"Kalau mereka komentar ini mungkin tidak tahu regulasi, tolong baca di aturan itu. Bagaimana mau mengaitkan dengan saya, kan setiap pertandingan di suatu tempat Panpel (panitia pelaksana pertandingan) yang harus bertanggung jawab," kata Iriawan di Malang, Selasa, 4 Oktober 2022.
Sosok yang akrab disapa Iwan Bule ini mengatakan tidak ikut campur dalam urusan teknis, seperti bertemu dengan kepolisian dan operator Liga 1 atau PT Liga Indonesia Baru (LIB). "PT LIB pun di luar. Ini semua tanggung jawab Panpel, memang begitu aturannya. Kalau netizen ngomong begitu, mohon maaf saya tidak tahu apa dasarnya," tutur dia.
Desakan publik dan netizen yang meminta mundur dari jabatan sebagai Ketua Umum PSSI muncul karena tragedi Kanjuruhan. Salah satu desakan itu datang dari Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso.
Baca Juga
Sugeng menilai Mochamad Iriawan harus meletakkan jabatannya sebagai bentuk pertanggungjawaban. Sebab, insiden yang terjadi di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu malam 1 Oktober 2022 itu menjadi peristiwa terburuk di sepakbola nasional.
Permintaan mundur juga datang dari Presiden klub Madura United, Achsanul Qosasi. Dalam laman Twitter, Ahad 2 September 2022, ia meminta semua jajaran pengurus PSSI mundur dari jabatannya. "PSSI harus bertanggung jawab dan semua pengurusnya harus mundur sebagai respek terhadap korban dan keluarganya," tulisnya.
Tragedi Kanjuruhan telah memakan korban ratusan orang meninggal dan ratusan lainnya mengalami luka-luka. Kejadian itu muncul usai pertandingan Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya Surabaya.
Penonton yang masuk ke lapangan usai pertandingan mendapat pengusiran dari aparat keamanan. Situasi semakin memburuk saat sejumlah penonton juga ikut turun ke lapangan. Akhirnya polisi bertindak dengan mengusir dan menembak gas air mata di lapangan dan ke arah tribun penonton.
Akibatnya, ribuan penonton yang terkena gas air mata panik dan berupaya keluar dari Stadion Kanjuruhan. Namun sayang mereka justru terjebak di dalam stadion.