Bisnis.com, JAKARTA - Tragedi kerusuhan suporter yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, menyimpan banyak polemik.
Usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, bentrokan suporter dan polisi pun pecah, Sabtu (1/10/2022).
Akibat tragedi Kanjuruhan itu, 127 orang harus meninggal dunia. Dua di antaranya merupakan anggota polisi.
Berdasarkan penuturan suporter yang hadir di Stadion Kanjuruhan, bentrokan terjadi ketika pertandingan usai.
Suporter Arema FC yang kecewa timnya kalah 2-3 dari Persebaya turun ke lapangan dan menyampaikan protes kepada anggota tim Singo Edan.
Seiring waktu, semakin banyak suporter yang turun ke lapangan dan bentrokan dengan polisi pun tak terelakkan lagi.
Baca Juga
Mari lihat kerusuhan di Stadion Kanjuruhan ini dengan dua sudut pandang:
1. Suporter
Kekalahan melawan Persebaya Surabaya punya makna mendalam bagi suporter Arema FC mengingat rivalitas antara kedua tim.
Terlebih, sejak era Liga Indonesia digulirkan pada 1994, Arema FC tak pernah kalah di kandang saat menghadapi Persebaya.
Maka wajar saja --meski tak bisa dibenarkan untuk menghambur ke lapangan-- suporter merasa kecewa dan menyampaikan protes kepada manajemen.
Arema FC pun kini terperosok ke posisi sembilan klasemen sementara Liga 1 2022-2023 dengan 14 poin dari 11 laga.
Singo Edan cuma berjarak satu poin di atas Persebaya yang bertengger di urutan kesepuluh.
Mungkin awalnya oknum suporter Arema FC hanya berniat menyampaikan kritik kepada pemain dan jajaran pelatih tim.
Akan tetapi, oknum suporter yang kemudian masuk ke lapangan jumlahnya terus bertambah. Hal ini pun membuat pihak keamanan kewalahan.
Gas air mata yang ditembakkan polisi kepada suporter hanya memperburuk situasi. Suporter yang panik langsung berdesakan menuju pintu keluar.
Lautan manusia yang berhimpitan mencari jalan keluar, ditambah gas air mata yang mengisi udara di stadion membuat beberapa suporter lemas kehabisan napas.
2. Polisi
Dari beberapa sumber yang didapatkan, Panitia Pelaksana (Panpel) Arema FC sempat mengusulkan pertandingan kontra Persebaya digelar sore hari.
Namun dengan berbagai pertimbangan, PT LIB tetap menggelar pertandingan itu pada malam hari.
Dilansir dari Detik, personel polisi yang disiagakan pada laga Arema FC vs Persebaya mencapai 2.034 personel. Namun jumlah itu tak sebanding dengan jumlah penonton yang totalnya 42.588 orang.
Perbandingan yang tak seimbang itu membuat polisi kewalahan ketika sekumpulan suporter Arema FC masuk ke lapangan.
Beberapa polisi bertugas mengamankan pemain masuk ruang ganti, sementara sebagian lainnya menghalau massa agar tak terjadi kericuhan yang lebih luas lagi.
Sayangnya, gas air mata yang dikeluarkan polisi justru memantik kobaran api dan membuat kondisi semakin tak terkendali.
Meski belakangan diklaim sesuai prosedur, gas air mata sejatinya sudah dilarang dalam regulasi FIFA.
Saksi mata dari pihak suporter juga menyebut oknum polisi sempat melakukan tindakan represif dengan memukuli penonton.
Dalam keterangan resminya, Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol. Nico Afinta, menyebut suporter yang meregang nyawa disebabkan karena penumpukan di pintu keluar stadion.
"Mereka pergi ke satu titik di pintu 12 kemudian ada penumpukan dan di sana (menyebabkan) kekurangan oksigen, sesak napas. Tim medis di dalam stadion berupaya menolong," ujar Nico.