Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pemuda dan Olahraga terus menunjukkan tajinya dengan memberi sanksi membekukan segala bentuk aktivitas Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) meskipun secara organisasi PSSI berada di bawah Federation Internationale de Football Association (FIFA), bukan Pemerintah Indonesia.
Di sisi lain, PSSI justru baru saja mendapatkan ketua umum baru. La Nyalla Mattalitti terpilih sebagai nakhoda baru otoritas sepak bola Indonesia itu melalui Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu (18/4/2015).
Di satu sisi Kemenpora sulit mengendalikan dirinya sendiri dalam melangkah dalam rangka pembinaan terhadap sepak bola Indonesia.
Di sisi beseberangan PSSI pun gagal mengendalikan diri dengan menunjukkan sikap perlawanan terhadap suatu upaya dari pihak lain yang ‘bermaksud baik’ memantau perkembangan sepak bola nasional.
Ketika Kemenpora melalui Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) hanya meminta Arrema Cronus dan Persebaya yang ditinjau ulang keikut-sertaannya dalam QNB League/Indonesia Super League (ISL) 2015, PSSI malahan menyetop seluruh kegiatan kompetisi.
Di satu sisi, sebagaimana termuat di media cetak, Kemenpora menuding PSSI sudah di luar batas, tapi masyarakat juga berpotensi menuduh PSSI juga bertindak di luar batas dengan terus menerus mengintervensi PSSI.
Padahal sudah jelas Wakil Presiden Jusuf Kalla sekalipun sudah mengingatkan Menpora Imam Nahrawi supaya tidak terlalu jauh mengusik aktivitas PSSI sampai mengorbankan jalannya kompetisi yang tentu mengganggu pembinaan sepak bola Indonesia.
Di sisi lain, FIFA pun kerap kali berlaku aneh. Otoritas sepak bola dunia yang sempat disuik isyu suap termasuk dalam penetapan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunai 2022 itu telah setidaknya dua kali mengingatkan pemerintah dan PSSI bahwa apa yang berkembang belakangan ini bisa memancing timbulkan sanksi pembekuan PSSI dari semua kegiatan sepak bola internasional.
Tetapi ironisnya, FIFA pun tidak dapat menyelesaikan persoalan yang muncul di tubuh PSSI yang katanya merupakan kewenangan badan sepak bola dunia itu yang mengurusnya.
Melihat persoalan PSSI 3 tahun lalu pun, FIFA ternyata tak bisa berbuat apa pun dalam menyelesaikan masalah di internal PSSI. Bahkan, ketika itu mereka meminta bantuan Pemerintah Indonesia untuk menyelesaikannya dan muncullah Menopra saat itu Roy Suryo sebagai pahlawan yang mampu menuntaskan kisruh dualisme kepengurusan PSSI.
Jadi, yang berkembang sekarang ininialah wujud arogansi tiga penguasa dengan otoritasnya masintg-masing. Mereka bertempur dengan tendensi yang lebih mengarah pada harga diri, bukan lagi urusan pembinaan sepak bola. Dalam hal ini, sepak bola Indonesia justru jadi korban. Seharusnya ketiga pihak duduk bersama dan bicara. Itu langkah awal solusi kekisruhan ini.