Bisnis.com, JAKARTA - Mas Sumo, begitu dia akrab dipanggil. Sumohadi Marto Siswoyo atau Sumohadi Marsis adalah pemilik nama panggilan itu. Sabtu (24/12/2017) atau sehari menjelang Natal 2017, salah satu tokoh dan wartawan senior olahraga --salah satu pendiri Tabloid Minggu Bola itu, tokoh lainnya Ignatius Sunito, keduanya wartawan Harian Kompas-- dipanggil Tuhan.
Saya, yang sejak bisa membaca senantiasa menjadi pembaca suratkabar langganan ayah saya --Harian Merdeka dan Kompas, terutama halaman olahraga-- saat pada 3 Maret 1984 Bola hadir di tangan saya, saya bertanya kepada ayah saya. "Langganan ini …." tanyaku. Tentu, ayah saya bilang tidak. "Itu sisipan Kompas," jawabnya.
Ya, Tabloid Bola 'lahir' atau terbit perdana 3 Maret 1984 dengan 16 halaman dan mulai 9 Maret 1984, BOLA terbit setiap Jumat dengan sisipan Kompas.
Salah satu yang tak pernah saya tinggalkan membaca Bola adalah membaca tulisan Sumohadi Marsis. Namanya Catatan Ringan. Setiap pekan, selalu hadir dengan isu terbaru, segar. Tidak bertele-tele. Tidak menghakimi. Apalagi menghujat. Ringan. Itu kenapa pas dengan nama rubrik kolom itu. "Ya…Itu kan catatan," ujarnya, pada awal 1989, di ruangannya di Palmerah Selatan. Ruangnya tidak besar. Lantaran saat itu, Tabloid Bola memang mendiami gedung berlantai dua yang tidak besar.
Pada akhir 1988, saat saya hendak menuntaskan masa kuliah yang sudah molor, saya dihadapkan tugas akhir, skripsi. Tidak terlalu sulit mencari topik. Saya memilih Catatan Ringan Mas Sumo. Lantaran, sejak lama, saya sudah dibuat terheran-heran, kenapa orang seperti Mas Sumo mampu membuat tulisan seperti itu? Ringan, kaya akan pengalaman dan enak dibaca. Bahkan, setiap usai membaca, saya selalu terhipnotis, selalu ingin menjadi seperti Mas Sumo, menjadi wartawan olahraga, khususnya sepakbola, dengan gaya menulis yang sama.
Hampir setahun lamanya, saya --dibawah koordinasi wartawan senior di Tabloid Bola lainnya Hikmat Kusumaningrat (almarhum)-- menyusun skripsi itu. Penyajian Catatan Ringan Sumohadi Marsis menjadi topik skripsi saya. Saya melakukan riset di daerah Pondok Gede, yang dari data pembaca Bola itu salah satu daerah yang memiliki pembaca terbanyak dan itu dekat dengan tempat tinggal saya.
Baca Juga
Skripsi pun tuntas. Mas Sumo hanya tersneyum membaca kesimpulan skripsi saya. "Bisa aja Martin.." tuturnya tentang penilian saya bahasa Catatan Ringan enak dibaca dan ringan.
Kini, wartawan yang menajdi saksi sejarah Gol Tangan Tuhan Maradona di Piala Dunia 1986 di Meksiko itu, telah tiada. Dia telah kembali kepada Tuhannya. Indonesia, khususnya dunia olahraga dan pers, kembali kehilangan salah satu tokoh wartawan olahraga terkemuka. Selamat jalan Mas Sumo.