Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Presiden Federation Internationale de Football Association (FIFA) Sepp Blater berpendapat Piala Dunia semestinya tidak digunakan sebagai kesempatan untuk bereksperimen dengan teknologi video tayangan ulang.
Blatter berkomentar melalui Twitter menyusul serangkaian insiden membingungkan yang melibatkan sistem Video Asisten Wasit (VAR), yang sedang diuji coba di Serie A Italia, Piala FA, Bundesliga Jerman, liga Portugal, dan kompetisi-kompetisi lain di berbagai negara.
International Football Association Board (IFAB), yang berwenang membuat peraturan sepak bola, akan mengambil keputusan pada akhir pekan ini apakah akan mengesahkan VAR dengan basis permanen.
FIFA mengatakan bahwa pihaknya berniat untuk menggunakan sistem ini pada Piala Dunia di Rusia pada Juni dan Juli.
"Permohonan pribadi kepada IFAB sebagai pengawal hukum permainan: Piala Dunia FIFA tidak dapat digunakan sebagai eksperimen untuk perubahan fundamental seperti VAR," kata Blatter pada Kamis (1/3/2018).
Kebingungan terkini yang melibatkan VAR adalah pada pertandingan Piala FA pada Rabu antara Tottenham Hotspur dan Rochdale, di mana klub London itu memiliki gol yang tidak disahkan dan penalti yang kemudian dihadiahkan berkat VAR.
Setelah pertandingan, manajer Tottenham Mauricio Pochettino mengatakan VAR berisiko membunuh emosi di sepak bola, menggaungkan sentimen yang telah diekspresikan oleh sejumlah pelatih Liga Italia.
Belum jelas apakah Blatter bermaksud untuk memohon kepada IFAB untuk menolak VAR atau hanya meminta lebih banyak waktu.
Blatter berhenti setelah 17 tahun menjadi presiden FIFA pada Juni 2015 setelah badan sepak bola dunia itu dihantam skandal korupsi. Pria 81 tahun itu belakangan diskors dari sepak bola untuk masa 6 tahun karena pelanggaran kode etik.
Blatter, yang selalu menampik dirinya melakukan kesalahan, mengatakan kepada Reuters bulan lalu bahwa ia mempertimbangkan tindakan legal untuk membersihkan namanya.
Pekan lalu dia mencuit dukungannya bagi Maroko untuk berupaya menjadi tuan rumah Piala Dunia 2026.