Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Presiden Jusuf Kalla menyesalkan terjadinya penangkapan pejabat tinggi Federasi Sepak Bola Dunia FIFA atas tuduhan pemerasan, penipuan, dan pencucian uang dalam kurun hingga 24 tahun.
Kalla berpendapat, tindakan hukum tersebut merupakan langkah yang baik untuk memperbaiki dunia olah raga dunia yang identik dengan prinsip sportif dan jujur.
“Ya tentu kita menyesalkan kejadian itu [penangkapan pejabat FIFA]. Itu langkah yang baik, prinsip olah raga kan sportif dan jujur,”ujarnya di Kantor Wakil Presiden, Kamis(28/5/2015).
Tindak kejahatan terutama terkait materi, menurut dia, harus mendapat tindakan keras agar mendorong dunia sepak bola lebih baik ke depan.
Dalam pernyataannya, Kalla juga menyindir pemangku kepentingan dunia sepak bola nasional dan memaparkan perbedaannya dengan organisasi sepak bola di dunia dalam menyelesaikan persoalan.
“Kalau FIFA yang diambil tindakan itu orang yang berbuat [kejahatan]. Memang sedikit berbeda dengan Indonesia, yang diambil tindakan mestinya orang yang salah bukan PSSI [Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia],”katanya.
Dengan membekukan organisasi sepak bola secara keseluruhan, menurut dia, hanya akan menghentikan kegiatan dan masa depan olah raga nasional dan tidak menyelesaikan persoalan sesungguhnya.
“Kalau FIFA kan yang ditangkap orang yang bersalah, bukan FIFA yang dibekukan sehingga sepak bola tetap jalan,”tuturnya.
Untuk itu, pemangku kepentingan harus memperbaiki industri sepak bola nasional agar olah raga sejuta umat itu tetap berjalan.
Sebelumnya, enam pejabat papan atas persepakbolaan mondial, termasuk dua wakil presiden badan sepak bola dunia FIFA ditangkap polisi Swiss pada Rabu (27/5/2015) dan ditahan untuk selanjutkan akan diekstradisi ke Amerika Serikat.
Kantor Pengadilan Federal Swiss (FOJ) menyatakan para pejabat itu dicurigai mendapat bayaran atau menerima suap dengan total jutaan dolar.
Dalam perkembangan selanjutnya, Jaksa Penuntut AS menuduh sejumlah pejabat FIFA melakukan pemerasan, penipuan, dan pencucian uang dalam periode waktu selama 24 tahun. Nilai materi hasil kejahatan tersebut diperkirakan mencapai lebih dari US$150 juta atau sekitar Rp1,9 triliun mulai 1991.