Bisnis.com, JAKARTA - Lomba lari yang menawarkan hadiah menggiurkan bernilai puluhan juta rupiah hingga ratusan juta rupiah kini mulai dilupakan. Sebut saja lomba lari 10 K yang sempat menjadi magnet kuat bagi para pelari profesional ataupun amatir pada era 1990-an.
Namun, kini lomba lari yang dikemas dengan kegiatan amal atau charity yang sedang digrandungi masyarakat. Lomba lari yang dikemas santai belakangan semakin digemari masyarakat. Sejumlah perusahaan pun menggelar even lomba lari dalam balutan khusus alias tematik.
Tidak sekadar lari, kegiatan lari tematik juga kemudian dikemas bersama kegiatan amal. Uang pendaftaran dari peserta yang sejatinya harus digunakan untuk membiayai keperluan lomba, dialihkan untuk kegiatan amal.
Sejumlah perusahaan jasa penyelenggara alias event organizer pun banyak bermunculan. Mereka mengemas aneka lomba lari. Salah satunya adalah Indonesia Muda Road Runner yang sering menggelar sejumlah kegiatan lari untuk amal.
Direktur Indonesia Muda Road Runner Gatot Sudarsono mengungkapkan kegiatan lomba lari atau lari bersama itu sendiri pada dasarnya untuk memfasilitasi belajar lari. “Jadi, peserta sebenarnya tidak dipaksa berlomba, karena kegiatan dikemas secara tematik agar menarik,” katanya.
Dia menjelaskan dengan biaya pendaftaran Rp50.000 hingga Rp150.000 bisa mengikuti lomba lari untuk amal. Di wilayah Jakarta rata-tara Rp150.000, dan untuk daerah biasanya bisa lebih murah, hanya Rp50.000.
Nefo Ginting dari perwakilan Running Explorer menjelaskan di setiap kota sudah ada kegiatan lari bersama, terutama Sabtu dan Minggu. Di Jakarta biasanya di seputaran Gelora Bung Karno (GBK).
“Namun mesti dibedakan antara even lomba, lari bersama, dan charity run. Lari bersama asal ada yang ajak untuk lari bersama otomatis banyak yang ikutan, karena konsepnya untuk latihan. Untuk kegiatan charity dan lari bersama konsepnya berbeda.”
Menurut Gatot Sudarsono, untuk charity, EO hampir tidak ada untungnya. Biasanya hanya untung tidak lebih dari Rp5 juta. “Jadi kegiatan lari charity ya fungsinya untuk charity.”
Dia menjelaskan peminat ajang lomba lari itu ternyata mempunyai motivasi beragam. Ada yang senang sekadar ikut lomba dan memburu hadiah. Ada yang sekadar untuk amal. Namun, ada yang ingin keduanya, yakni berlari untuk amal dan hadiah.
Dalam mencari klien, disasar perusahaan-perusahaan yang peduli pada charity. Dengan demikian, uang pendaftaran dari peserta dialihkan untuk amal.
Namun, tidak seratus persen hasil dari ajang run for charity untuk kegiatan amal. Hal itu bergantung pada sponsor atau penyelenggara. Jika bersedia menanggung seluruh biaya operasional lomba, bisa saja semua uang pendaftaran disumbangkan.
Salah satu eksekutif penggemar lari, Adita Irawati, Vice President Corporate Communication PT Telkomsel, mengungkapkan mulai lari sejak 4 tahun lalu tetapi mulai ikut pertandingan (race) sekitar dua setengah tahun tahun silam.
“Memilih lari karena olahraga ini sangat praktis. Bisa dilakukan di mana saja, dalam kondisi panas ataupun hujan, dengan kostum dan perlengkapan yang simple,” tegasnya. Dia pun sudah mengikuti sejumlah even, seperti 10K, 21K, dan 42 K, serta Ultra Marathon dan Trail run. Sedikitnya 1 bulan sekali saya ikut even-even tersebut.
Adapun untuk charity run sudah beberapa diikuti. Terakhir adalah Nusantarun, charity run untuk anak kurang mampu agar bisa terus sekolah. Lari dimulai dari Bandung menuju Cirebon dengan jarak tempuh total 135 km yang dilakukan secara relay (berdua) dengan sesama pelari. Setiap pelari harus melakukan penggalangan dana (raising fund) yang akan diserahkan kepada GNota.
Selebritas juga tidak mau ketinggalan ikutan lomba lari. Salah satunya Fajar Arifan, Drummer Alexa. Sebagai musisi, Fajar telah 4 tahun menjadikan lari sebagai aktivitas sampingan, selain menggebuk drum.
Dia mulai hobi lari mulai 2011. Awalnya sebenarnya tidak diniatkan. Saat itu Alexa mendapatkan sponsor untuk mengikuti kegiatan lari. “Ternyata mengasyikkan juga. Saat itu saya melihat banyak orang yang kondisinya tidak lebih bugar dari saya tetapi rutin lari. Sejak itu saya mulai belajar dan rutin mengikuti even lari dan ternyata keterusan.”
Fajar pun telah mengikuti sejumlah event, mulai dari marathon maupun lari jarak 10K, 21K, dan 42k. Dia pun sedang mencoba lari Thriatlon. “Itu tidak menganggu aktivitas rutin karena kami latihan biasanya sore dan malam. Jadi pagi bisa saya manfaatkan untuk berlatih. Paling risikonya waktu yang biasanya dihabiskan untuk nongkrong dikurangi jadi bisa istirahat lebih awal. Teman-teman di Alexa juga mendukung kegiatan saya.”
Yovan Alvianto, salah satu pegiat lari, mengungkapan sudah mengikuti sekitar 20 even, salah satunya Jakarta Mandiri Marathon. “Pertama kali ikut event pada 2013. Waktu itu ada acara HUT RI di Monas, yang mengadakan dari Garuda Finisher. Saya ikut lari 17 kilometer, track-nya dari Monas-Kota Tua-Pancoran—GBK—Monas. Baru-baru ini ikut Jakarta Marathon jarak 42 kilometer.
Dia menjelaskan beberapa kali juga mengikuti fun running, tetapi dia lebih senang kegiatan lari yang kompetitif karena memiliki target-target pribadi.
Glenn Noya, Corporate Communication PT Amerta Indah Otsuka, menjelaskan saat ini hampir semua individu sedang concern akan perbaikan kualitas hidup dan salah satunya adalah melalui olah raga.
Oleh karena itu, perusahaan ingin membantu menyediakan sebuah platform yang dapat memotivasi sekaligus memfasilitasi keinginan masyarakat Indonesia untuk berlari.
Berdasarkan pemikiran ini diadakan even Pocari Sweat Run Indonesia sejak 2 tahun terakhir. Pada 2016 kegiatan diselenggarakan Jakarta, Medan, dan Surabaya.
“Selain dari produk yang diciptakan oleh perusahaan, kami juga ingin memberikan service kepada konsumen kami. Even Pocari Sweat Run salah satu bentuk bentuk pelayanan,” ujar Glenn.
Dia menjelaskan tantangan dalam menyelenggarakan event lari adalah bagaimana dapat menyelenggarakan event lari yang berkualitas yang dapat menjadi benchmark untuk even–even lari lainnya.
Dokter Olahraga Andi Kurniawan menjelaskan, lari dianggap olahraga yang paling simpel. Namun, jika tidak dijalani dengan benar aktivitas ini rupanya juga menyimpan risiko cedera yang tidak main-main.
“Biasanya yang paling rentan adalah cedera lutut. Ini karena lari menuntut beban yang besar pada lutut manusia. Selain itu, risiko keram juga memungkinkan terjadi terutama pada paha depan dan otot kaki lainnya. Apalagi jika tidak diimbangi dengan minum yang cukup.”
Adapun cara mengantisipasi risiko itu bisa dilakukan dengan beberapa hal. Pertama, jangan memaksakan tubuh sendiri. Artinya, jika memang belum pernah melakukan aktivitas lari sebaiknya jangan coba-coba lari dengan jarak 5K.
Kedua, selalu menjaga ciran tubuh dengan minum yang cukup. Mengonsumsi minuman isotonic bisa membantu agar tidak terjadi dehidrasi. “Biasanya masalah-masalah yang menimpa saat lari itu keram atau cedera di lutut. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengurangi kecepatan lari.”
Seperti halnya ‘demam’ suatu tren kegiatan, lomba lari bersama juga dikhawatirkan bakal meredup. Namun, hingga 5 tahun ke depan diyakini masih cukup popular karena komunitas lari juga masih aktif semua, kecuali ada peraturan pemerintah yang melarang event itu untuk izin membuka track di kawaasan Sudirman, Jakarta.
Pada tahun ini ada banyak even yang tertunda karena belum dapat izin untuk membuka track. (Rezza Aji Pratama, Tisyrin Naufalty T & Novie Isnanda Pratama)