Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waduh, Pendukung Sepak Bola Brasil Akrab dengan Kekerasan?

Brasil terkenal sangat menyukai sepak bola, tetapi kadang-kadang fanatisme pendukungnya mengakibatkan kekerasan seperti yang terjadi baru-baru ini karena sejumlah fans menyerang pemain.

Bisnis.com, SAO PAULO - Brasil terkenal sangat menyukai sepak bola, tetapi kadang-kadang fanatisme pendukungnya mengakibatkan kekerasan seperti yang terjadi baru-baru ini karena sejumlah fans menyerang pemain.

Pada Desember lalu terjadi salah satu insiden terburuk hooligan ketika penggemar Atletico Paraense bentrok dengan para pendukung klub Vasco da Gama.

Dalam tayangan televisi terlihat penggemar kedua klub saling serang, dan menyorot seorang penggemar berlumuran darah yang tanpa ampun ditendang bagian tubuh dan kepalanya.

Kekerasan pada Desember tersebut sangat mengejutkan, terlebih terjadi enam bulan sebelum Piala Dunia Brasil digelar.

Presiden Dilma Rousseff bereaksi tegas atas peristiwa tersebut dan menekankan bahwa perilaku itu tidak dapat ditolerir.

Namun, akhir pekan lalu, sebuah surat kabar memuat berita tentang puluhan pendukung Corinthians yang menyerbu komplek latihan klub dan menyerang pemain.

Mereka mengancam akan mematahkan kaki, setidaknya dua pemain, dan mencekik leher penyerang Peru Paolo Guerrero.

Mantan penyerang AC Milan Alexandre Pato, yang menjadi salah satu target dari penyerangan tersebut, dengan segera meninggalkan klub bersama Jadson yang melarikan diri ke arah lain.

Kekerasan dalam sepak bola dilaporkan menewaskan 30 orang tahun lalu di negara raksasa tersebut.

"Pertempuran merupakan konsekuensi, karena kami membela 'warna' kami," kata salah seorang penggemar Corinthians Alan Mateos (25).

Mateos adalah anggota veteran dari klub Gavioes da Fiel (elang yang setia), kelompok pendukung yang jumlahnya lebih dari 100.000, salah satu organisasi penggemar terbesar di Brasil.

Alan mudah dikenali dengan dada telanjang dan tubuh ditutupi tato bertuliskan slogan-slogan dan lambang klub.

Di bangku penonton mereka mengintimidasi, dengan memukul-mukul drum dan nyanyian yang menghina tim lawan.

"Membela Corinthians adalah hasrat kami. Kami selalu ada, di setiap pertandingan," kata Gavioes Ketua Wagner da Costa.

Ketika ditanya apakah dia mengharapkan terjadi kekerasan para pendukung selama piala dunia, dia mengatakan dengan tegas "Kami Corinthians sebelum Brazilians".

Dalam upaya untuk merasionalisasi hoologanisme, Wagner da Costa mencatat ada masalah dalam masyarakat.

Namun, dia menambahkan sepak bola hanya salah satu dari sekian hal yang menyebabkan kekerasan secara keseluruhan di negara tersebut.

"Ketika kami pergi ke klub malam di pinggiran kota, terjadi perkelahian yang lebih dari yang terjadi di stadion," kata Da Costa.

Eduardo Carlezzo, yang duduk di komisi nasional pengacara hukum olahraga, percaya fans akan mengesampingkan loyalitas suku klub di Piala Dunia dan mendukung Brasil.

Pada saat yang sama, Carlezzo mengidentifikasi korelasi nyata antara sepak bola dan orang-orang dengan kecenderungan kekerasan.

"Kelompok-kelompok pendukung terdiri dari banyak orang dengan catatan kriminal, yang datang untuk menimbulkan masalah," kata Carlezzo.

Dia menegaskan bahwa undang-undang tentang Pendukung, yang disahkan pada tahun 2003 dan mempersilahkan hooligan didenda serta dijerat dengan hukuman penjara hingga tiga tahun, tidaklah cukup.

"Perlu ada kontrol yang lebih baik, lebih informatif dari badan intelijen dan hukum yang lebih keras," tegasnya.

Tetapi pihak lain mengatakan, undang-undang tidak akan memberikan jawaban atas masalah mendasar.

"Pengekangan hukum saja tidak akan menyelesaikan masalah," kata Bernardo de Hollanda Buarque, profesor di yayasan penelitian Getulio Vargas dan penulis fanatisme sepak bola.

"Sepintas, anda berfikir mereka adalah laki-laki muda dari pinggiran kota yang berjuang untuk mencari pekerjaan dengan tingkat pendidikan rendah dan aspirasi sosial yang rendah," kata Buarque Hollanda.

Tapi dia bersikeras membuat kesimpulan bahwa hal tersebut merupakan bisnis yang berisiko.

"Saya tahu beberapa pemimpin [pendukung radikal] dengan gelar sarjana dan tinggal di Rio South Zone, salah satu kota mewah," ujarnya. (Antara/AFP)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Editor : Nurbaiti
Sumber : Newswire
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper