Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Telan Suap Hampir Rp2 Triliun, FIFA Kena 'Kartu Merah'

Jaksa Agung Amerika Serikat Loretta Lynch menuduh sembilan pejabat dan mantan pejabat FIFA telah membajak sepak bola dunia untuk menyelenggarakan Piala Dunia suap yang menguntungkan kantong mereka sendiri sebesar 150 juta dolar AS (Rp1,965 triliun).
Presiden FIFA Sepp Blatter/Reuters
Presiden FIFA Sepp Blatter/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Jaksa Agung Amerika Serikat Loretta Lynch menuduh sembilan pejabat dan mantan pejabat FIFA telah membajak sepak bola dunia untuk menyelenggarakan ‘Piala Dunia suap’ yang menguntungkan kantong mereka sendiri sebesar 150 juta dolar AS (Rp1,965 triliun).

Lynch mengatakan para pejabat Federation Internationale de Football Association (FIFA) diduga telah menjalankan skema yang merajalela, sistemik, dan mengakar untuk mengutip jutaan dolar dari suap dan uang pelicin.

Saat di New York, AS, mengumumkan dakwaan kepada sembilan pejabat FIIFA, yang tujuh di antaranya ditangkap di hotel bintang lima di Swiss, Lynch menyatakan para pejabat badan sepak bola dunia itu seharusnya menegakkan aturan yang mempertahankan sepak bola tetap jujur dan membela integritas permainan.

“Alih-alih, mereka mengorupsi bisnis sepak bola di seluruh dunia demi kepentingan mereka dan memperkaya mereka sendiri," ujarnya dengan nada keras.

Lynch mengatakan sembilan pejabat FIFA, termasuk mantan Wakil Presiden FIFA Jack Warner, dan lima eksekutif pemasaran olahraga telah menjalankan "skema berumur 24 tahun untuk memperkaya diri mereka sendiri melalui korupsi sepak bola internasional".

Dia mendakwa bahwa suap dan korupsi meranggas dari penjualan hak siar televisi sampai pemilihan negara yang akan menjadi tuan rumah Piala Dunia dan turnamen-turnamen sepak bola lainnya.

"Individu-individu dan organisasi-organisasi ini terlibat dalam suap untuk menentukan siapa yang akan menayangkan pertandingan-pertandingan; di mana pertandingan akan digelar; dan siapa yang menjadi pengurus organisasi yang mengawasi sepak bola di seluruh dunia," demikian pernyataan Lynch.

Dia menambahkan, "Mereka mengorupsi bisnis sepak bola di seluruh dunia demi kepentingan mereka dan memperkaya diri mereka sendiri. Mereka melakukan ini terus menerus dari tahun ke tahun, dari turnamen ke turnamen."

Lynch berusaha mengekstradisi orang-orang itu ke AS untuk diadili sesegera mungkin. Jika terbukti memeras, yang adalah tuduhan paling serius dari 47 dakwaan yang dialamatkan kepada para pejabat korup FIFA itu, beberapa di antara orang itu terancam penjara 20 tahun.

Lynch mengatakan FIFA mesti mempertimbangkan apakah akan terus menyelenggarakan Piala Dunia 2018 di Rusia dan Piala Dunia 2022 di Qatar.

Kelly Curries, pejabat kejaksaan wilayah timur New York, berkata, "Ini adalah awal dari langkah kami, bukan akhir. Kami memburu individu-individu dan entitas-entitas di berbagai negara."

Ada 25 pesekongkol yang tak diungkapkan dalam dakwaan jaksa AS ini, termasuk orang-orang yang berkaitan dengan komitee penawaran Piala Dunia 2010 Afrika Selatan.

Dakwaan ini diumumkan pada sebuah jumpa pers di New York Rabu waktu setempat dengan langsung dipimpin Lynch yang dikelilingi para pejabat senior FBI dan unit investigasi kriminal dari Ditjen Pajak AS Internal Revenue Service (IRS).

Richard Weber, ketua penyidik unit investigasi kriminal IRS, berkata, "Ini sungguh Piala Dunia suap dan hari ini kami mengeluarkan kartu merah untuk FIFA".

Dia menambahkan, "Para penggemar sepak bola pastinya tidak mempedulikan para pejabat yang mengkorupsi olah raga mereka."

James Comey, Direktur FBI, mengatakan sepak bola telah "dibajak oleh korupsi".

Para pejabat dan mantan pejabat FIFA yang didakwa AS itu adalah Eduardo Li, Jeffrey Webb, Eugenio Figueredo, Jack Warner, Julio Rocha, Costas Takkas, Rafael Esquivel, José Maria Marin, dan Nicolás Leoz.

Warner dan Leoz bukan termasuk yang ditangkap di Swiss; Leoz telah mengundurkan diri dari Presiden Konfederasi Sepak Bola Amerika Selatan pada 2013, sedangkan Warner menempati banyak posisi dalam berbagai organisasi sepak bola internasional pada 2011, demikian New York Times.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper